loading...

Monday 17 June 2013

Foto: Postingan ke-632: Harta Kekayaan  Indonesia di AS Emas Batangan 57.150 ton ?? Ciyuuss…??

#Banyak Baca, Banyak Pengetahuan#

Ada topik apa hubungan antara Soekarno dan Presiden AS JF. Kennedy ?? ternyata saya menemukan info apa yang dimaksud dengan DANA REVOLUSI. Banyak pihak dulu mengaku-ngaku dapat mencairkan dana revolusi ini, banyak orang tertipu juga.

Benarkah ada dana revolusi itu??

NILAINYA FANTASTIS GAN,,,, 57.150 TON EMAS!!
ITU ADALAH HARTA WARISAN NENEK MOYANG KITA
HARTA YANG DIAMBIL VOC DARI PULUHAN KERAJAAN -KERAJAAN INDONESIA SELAMA MASA PENJAJAHAN BELANDA 350 TAHUN LAMANYA

HARTA TERSEBUT DIANGKUT VOC KE BELANDA , DIREBUT JERMAN KETIKA BELANDA KALAH PERANG DAN SEKARANG DIKUASAI AMERIKA KETIKA MEMENANGKAN PERANG DUNIA KE 2.

HEBATNYA BUNG KARNO BERHASIL MENGKALIM BAHWA HARTA TERSEBUT ADALAH MILIK RAKYAT INDONESIA!
HAL INI TERCANTUM DALAM GREEN HILTON AGREEMENT DI TAHUN 1963

Berikut kutipannya
"Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained."
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama "The Green Hilton Agreement" itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.

GREEN HILTON AGREEMENT MENGAKUI BAHWA HARTA TERSEBUT ADALAH MILIK RAKYAT INDONESIA, NAMUN HANYA DAPAT DICAIRKAN OLEH ORANG YANG DIBERI KEPERCAYAAN OLEH SUKARNO...



SIAPAKAH DIA ?? INI YANG MENJADI RAHASIA BESARNYA GAN...

LENGKAPNYA MARI KITA BACA-BACA DISINI

Sumber dari Website :
http://www.fourwinds10.com/siterun_d...p?q=1207858056
http://upintelligence.multiply.com/p...ment_Operators
http://safari2009.wordpress.com/


JASMERAH ( Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah ) adalah istilah/slogan/petuah Bung Karno kepada rakyat Indonesia.....dalam berbagai pidato dan dibukunya yang berjudul "Dibawah Bendera Revolusi" . Kemudian pada tahun 1966, Soekarno berkata : "Abraham Lincoln, berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah", tetapi saya tambah : "Never leave history". inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita dimasa lampau. Djikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap. (Soekarno, 17 Agustus 1966)

Marilah kita sejenak merenungkan makna dari Jasmerah, Bung Karno sengaja mengingatkan kepada rakyat kita bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang Besar. Mulailah kita menengok ke belakang tentang Sejarah Bank Indonesia sekarang . Asal mulanya Bank Indonesia berdiri sejak jaman Belanda, yaitu Berdasarkan banyaknya batangan emas yang menjadi alat bayar di kerajaan-kerajaan di Indonesia era penjajah Belanda mendorong pihak VOC untuk mendirikan Bank Sentral yang diberi nama De Javasche Bank (DJB) yang berkedudukan di Jakarta.

Harta kekayaan kerajaan itu banyak tersimpan di DJB baik oleh kerajaan sendiri maupun diambil paksa oleh VOC. Nah, sebelum dinasionalisasi pada era kemerdekaan tahun 1950-an, para petinggi VOC berhasil membawa kabur kekayaan tersebut ke negerinya. Ingat, hingga saat ini VOC belum bubar, karena sekitar lima tahun silam VOC sempat memperinhgati HUT ke 415. Dan DJB di luar negeri tidak berhasil dinasionalisasi oleh Bung Karno. Ketika DJB mau dinasionalisasi pun terjadi pertentangan hebat antara Amir Syarifuddin dan Bung Karno. Bagi Bung Karno yang berbau Belanda harus dinasionalisasi dan tidak ada tawar-menawar untuk itu. Amir Syarifuddin tidak setuju. Karena Bung Karno adalah Presiden RI, maka tentu Bung Karno lah yang memenangkan pertarungan pendapat itu. Namun sayang, ketika DJB sudah menjadi Bank Indonesia, harta yang terkandung di dalamnya terlah raib.

Tak hanya itu, batangan emas itu memang sejak lama telah diangkut oleh VOC ke Belanda. Namun sayang, ketika Belanda kalah perang dengan Jerman, maka harta itu dibawa oleh Jerman. Pada perang dunai kedua, Jerman dikalahkan Amerika, maka sebagai harta pampasan perang, bongkahan emas itu kemudian di bawa ke Amerika Serikat dan dijadikan modal untuk mendirikan bank sentral negeri Paman Sam itu yang kemudian bernama Federal Reserve (FED).

Bank sentral AS memang unik, statusnya tidak sama dengan Bank Indonesia sebagai milik negara. FED adalah milik swasta, bukan milik negara Amerika Serikat. Indonesia kemudian diakui sebagai pemegang sahamnya setelah Bung Karno berhasil mengklaim bahwa harta itu berasal dari Indonesia. Hal itu dikukuhkan dalam Hilton Agreement antara Bung Karno, AS dan Eropa tahun 1961. Hanya saja, di dalam perjanjian itu tidak mencantumkan keharusan bagi AS untuk mengembalikan harta itu kepada bangsa Indonesia, yang ada hanya pengakuan atas kekayaan. Tapi, bagi Bung Karno saat itu sudah menjadi kemenangan diplomatik yang luar biasa. Perjalanan selanjutnya, Bung Karno diakui sebagai wakil Indonesia dalam urusan ini yang dihimpun oleh Heritage Foundation dalam bentuk rekening khusus yang tidak lazim dalam dunia perbankkan. Account khusus itu, salah satu yang berhak mencairkan adalah harus atas persetujuan Bung Karno. Yang paling menarik dari account khusus di FED ini adalah, ada pasal yang menyatakan bahwa kekayaan yang ada di dalamnya tidak bisa dijamah oleh perpajakan dan otoritas lembaga keuangan oleh negara manapun.

Sehingga pengusaha kaya Amerika, Yahudi dan Arab meneitipkan kekayaan mereka di account khusus ini pada periode selanjutnya. Akhirnya, semakin membesarlah dana dalam Heritage Foundation ini. Lama kelamaan, nilai uang yang ada pada account khusus ini menumpuk dan stagnand. Donald Trump, sebagai salah satu pengusaha AS yang turut menitipkan uangnya pada account khusus ini pun goyah. Karena Donald Trump memang pernah menggunakan dana dari Indonesia ini, karena waktu itu pengusaha ini sempat dekat dengan Soeharto. Pengusaha Arab adalah ayahnya Dody Al Fayed, yang mati bersama Lady Diana (Inggris).

Pengusaha kaya Arab ini sempat mondar-mandir untuk mencairkan uangnya di FED itu. Tetapi tidak berhasil. Megawati pun ketika menjadi Presiden mencoba untuk mencairkan harta Bung Karno di UBS Swiss, tetapi tidak berhasil, karena Mega tidak tau rekening khusus Bapaknya di FED ini. Sebab sejak awal Bung Karno menyatakan bahwa keluarganya tidak ada yang paham tentang rekening khusus ini. Bagi saya, ada yang belum jelas bagaimana mekanisme account khusus ini bekerja, sehingga kemudian meliibatkan banyak pihak termasuk harus menggunakan Restu Vatikan. Logika yang saya ambil adalah, bahwa pembuatan account khusus itu berdasarkan perjanjian yang mana perjanjian itu disaksikan dan disahkan oleh lembaga yang moralnya tinggi, yaitu Sri Paus. Account itu menjadi unik selama 400 tahun.

Nah, inilah yang oleh pihak IMF, World Bank dan lembaga lainnya disebut sebagai aset-aset bermasalah yang tidak lazim dalam dunia bank. Karena dana-dana itu, dana bangsa Indonesia yang kemudian tercampur dengan dana bangsa lain, tidak bisa dicairkan begitu saja. Dan kemudian menjadi tempat perlindungan para mangkir pajak di negaranya. Melihat situasi dunia gawat begini, maka pihak IMF dan World Bank minta agar AS dan Eropa dapat mencarikan sumber dana baru bagi penyelamatan ekonomi dunia. Karena pihak Indonesia yang menjadi salah satu pihak yang berhak mencairkan, tidak pernah ketemu siapa orangnya setelah Bung Karno wafat, maka mereka harus mencari jalan lain, yakni tidak berdasarkan prosedural, atau mereka gunakan jalur pintas atau penakan dengan logika sebuah keniscayaan untuk menyelematkan ummat manusia.

Lihatlah berita tersebut menyatakan bahwa sumber dana baru itu akan cair paling lambat 2010 mendatang, karena memang setelah surat Sri Paus Vatikan meneken surat itu membutuhkan sedikitnya satu tahun untuk mencairkannya. Setahun silam, saya bertemu dengan tokoh Yahudi di Jawa Tangah yang berpakaian Arab. Dia mencari orang yang dipercayakan Bung Karno untuk hal ini. Karena dia menurutnya, diberi deadline oleh organisasinya untuk menemukan orang itu paling lambat akhir Desember 2008. Namun, dia tidak menemukannya.

Uniknya, seorang SBY pun tidak bisa mencairkan uang ini, karena kekayaan tersebut bukan punya pemerintah atau punya negara tertentu, tetapi disebut sebagai "punya bangsa" atau "harta rakyat" Indonesia. Tetapi orang kepercayaan Bung Karno yang saya temui itu pun, tidak mau pergi sendirian ke FED, karena pasti dia akan dihabisi. Dia minta perlindungan diplomatik oleh Pemerintahan SBY, tetapi SBY dan orang-orang sekitarnya tidak percaya status orang ini. Maka waktu pun terus berlalu dan tekanan internasional pun semakin besar, terpaksa jalan pintas.

Lalu apa bedanya pakai jalan pintas dengan jalan prosedur pencairannya. Kalau jalan pintas, maka dana tersebut akan dikuasai oleh AS dan Eropa saja, karena memang sejak lama mereka memimpikannya, termasuk Belanda. Kalau menggunakan jalan prosedur, maka hitungannya ada jatah Indonesia yang sangat besar, sehingga bisa membangun Indonesia kayak AS, karena mimpinya Bung Karno ketika itu, Indonesia harus menjadi negara super power generasi berikut.
Nah, sekarang kabarnya, sesuai dengan pesan Sri Paus, Indonesia tetap mendapat bagian, tetapi kecil dan itupun hanya bantuan dari IMF dan World Bank saja, ya mungkin yang disebut bagian dari USD 45 milyar itulah.

"Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained."
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama "The Green Hilton Agreement" itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.


Bahasa lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan terdekatnya, bahwa ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh imprealisme dan kolonialisme dulu bisa kembali. Tetapi perjanjian yang diteken itu, hanya sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri Paman Sam itu mengambilnya sebagai harta pampasan perang dunia I dan II. Konon cerita, harta itu dibawa ke Belanda dari Indonesia, kemudian Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.


Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel "The President of The United State of America" dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soerkarno dan Soewarno berstempel "Switzerland of Suisse." Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, kelak.


Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan, Amerika berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta rakyat Indonesia. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.



Jumat, 28 November 2008
THE GREEN HILTON AGREEMENT (Geneva 1963).

sumbangan dari sdr. Agus S. Djamil, semoga amal anda dibalas oleh Tuhan YME


By 1961, Keynes predictions of a world monetary crisis began to become a reality. This problem was brought about by the lack of sufficient currency (especially US Dollars) in world circulation to support the rapidly expanding international commerce. The World needed US Dollars beyond the capacity of the good faith and credit of the United States Taxpayer in order to facilitate trade. It was not possible to break the Bretton Woods treaty due to the possible damage of the stable core of the world’s economy as this had the potential of leading to another major war. To compound the problem, the majority of dollars in circulation were in private banks, multinational corporations, private businesses and individual bank accounts.

In 1963 the gold that had been entrusted to the care of President Soekarno was recalled by the Nations to underpin the issuance of further US Dollars in order to further facilitate international trade. Under this Agreement, Soekarno (as the International Trustee Holder of the Gold) began the process of repositioning the gold that had earlier been entrusted to the care of the Indonesian People, back into the banking system to create a fractional backing for the US Dollar. Initially this was managed under the arbitration of the Tripartite Gold Commission in The Hague as per the decisions of the International Community through their Government representatives at the Innsbruck/Schweitze r Conference and its later revisions. Under the agreement signed between President Soekarno and President John Kennedy, was that control of these assets would cede automatically to US upon the fall from power of President Soekarno. This occurred in 1967. The potential of this agreement led to Executive Order 11110 issued July 1963, which would have provided the Department of the Treasury the power to issue United States Dollars. Within two weeks after signing the Green Hilton Agreement which would have then enabled consolidation of EO 11110. Kennedy was assassinated a few days after his signing of the Green Hilton Agreement. With the death of Kennedy, the authority granted to the Treasury was never taken up.


Soekarno was awarded a 2.5% interest in the assets by the International Community in return for his services. He willed all the documents of guarantee and obligation to his Teacher ***** ***** ******** and his heir, ** **** *** ********. To this day, these agreements stand to be honoured (which was accommodated in full under the “RESPECTING THE RIGHTS TREATY (BANGKOK) 2003). The assets were placed into the International Collateral Combined Accounts that form the Global Debt Facility.
While an apparently innocuous document to read, in it’s proper and full interpretation, The Green Hilton Agreement is one of the most profound agreements made between Presidents of any two countries within the twentieth century, and most probably, in the history of the world, particularly so as this agreement was made between a President of the United States and the Trustee of the hidden, but combined wealth of the world. These assets are not the property of the United States, but centralized assets under the authority of a centralized system, to be used as independently deemed to be for the better benefit of the World.
DOKUMEN RAHASIA GREEN HILTON AGREEMENT

1961 - 1963 Indonesia Switzerland Gold Secrets
Documents dated 14NOV63 & 21NOV63 relate to gold wealth holdings of Indonesia Premier Soekarno named in the following two ( 2 ) displays of the "Agreement Green Hilton Memorial Building Geneva and Certificate Of Geneva" ( Switzerland ) also known as the "Green Hilton Agreement" ( GHA ) with notable variations within these fraudulent documents including counterfeit national seals ( America, Indonesia, and Switzerland ), counterfeit signatures, fraudulently mis-spelled names, computer generated graphic text with justified margins, and other document anomalies proving they were not generated and not signed during the period of 1963 but instead fraudulently manufactured for distribution to deceive others tricked into international advance fee fraud schemes.

Foto: Dokumen perjanjian antara Presiden AS JF. Kennedy dengan Presiden RI Soekarno

Sumber: media-pendidikan-batam.com

----------------------------------------
Baca Postingan KSI lainnya di:

1. KSI-Love: Kami Sayang Indonesia

2. KSI-Islam: Kumpulan Sejarah Islam (Histories of Islam)

3. KSI-Inter: Kumpulan Sejarah Internasional (International Histories)

Silahkan dishare / dibagikan jika postingan ini bermanfaat. . .

-Reza

Sumatra Cyber ~ Marilah kita sejenak merenungkan makna dari Jasmerah, Bung Karno sengaja mengingatkan kepada rakyat kita bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang Besar. Mulailah kita menengok ke belakang tentang Sejarah Bank Indonesia sekarang . Asal mulanya Bank Indonesia berdiri sejak jaman Belanda, yaitu Berdasarkan banyaknya batangan emas yang menjadi alat bayar di kerajaan-kerajaan di Indonesia era penjajah Belanda mendorong pihak VOC untuk mendirikan Bank Sentral yang diberi nama De Javasche Bank (DJB) yang berkedudukan di Jakarta.

Harta kekayaan kerajaan itu banyak tersimpan di DJB baik oleh kerajaan sendiri maupun diambil paksa oleh VOC. Nah, sebelum dinasionalisasi pada era kemerdekaan tahun 1950-an, para petinggi VOC berhasil membawa kabur kekayaan tersebut ke negerinya. Ingat, hingga saat ini VOC belum bubar, karena sekitar lima tahun silam VOC sempat memperinhgati HUT ke 415. Dan DJB di luar negeri tidak berhasil dinasionalisasi oleh Bung Karno. Ketika DJB mau dinasionalisasi pun terjadi pertentangan hebat antara Amir Syarifuddin dan Bung Karno. Bagi Bung Karno yang berbau Belanda harus dinasionalisasi dan tidak ada tawar-menawar untuk itu. Amir Syarifuddin tidak setuju. Karena Bung Karno adalah Presiden RI, maka tentu Bung Karno lah yang memenangkan pertarungan pendapat itu. Namun sayang, ketika DJB sudah menjadi Bank Indonesia, harta yang terkandung di dalamnya terlah raib.

Tak hanya itu, batangan emas itu memang sejak lama telah diangkut oleh VOC ke Belanda. Namun sayang, ketika Belanda kalah perang dengan Jerman, maka harta itu dibawa oleh Jerman. Pada perang dunai kedua, Jerman dikalahkan Amerika, maka sebagai harta pampasan perang, bongkahan emas itu kemudian di bawa ke Amerika Serikat dan dijadikan modal untuk mendirikan bank sentral negeri Paman Sam itu yang kemudian bernama Federal Reserve (FED).

Bank sentral AS memang unik, statusnya tidak sama dengan Bank Indonesia sebagai milik negara. FED adalah milik swasta, bukan milik negara Amerika Serikat. Indonesia kemudian diakui sebagai pemegang sahamnya setelah Bung Karno berhasil mengklaim bahwa harta itu berasal dari Indonesia. Hal itu dikukuhkan dalam Hilton Agreement antara Bung Karno, AS dan Eropa tahun 1961. Hanya saja, di dalam perjanjian itu tidak mencantumkan keharusan bagi AS untuk mengembalikan harta itu kepada bangsa Indonesia, yang ada hanya pengakuan atas kekayaan. Tapi, bagi Bung Karno saat itu sudah menjadi kemenangan diplomatik yang luar biasa. Perjalanan selanjutnya, Bung Karno diakui sebagai wakil Indonesia dalam urusan ini yang dihimpun oleh Heritage Foundation dalam bentuk rekening khusus yang tidak lazim dalam dunia perbankkan. Account khusus itu, salah satu yang berhak mencairkan adalah harus atas persetujuan Bung Karno. Yang paling menarik dari account khusus di FED ini adalah, ada pasal yang menyatakan bahwa kekayaan yang ada di dalamnya tidak bisa dijamah oleh perpajakan dan otoritas lembaga keuangan oleh negara manapun.

Sehingga pengusaha kaya Amerika, Yahudi dan Arab meneitipkan kekayaan mereka di account khusus ini pada periode selanjutnya. Akhirnya, semakin membesarlah dana dalam Heritage Foundation ini. Lama kelamaan, nilai uang yang ada pada account khusus ini menumpuk dan stagnand. Donald Trump, sebagai salah satu pengusaha AS yang turut menitipkan uangnya pada account khusus ini pun goyah. Karena Donald Trump memang pernah menggunakan dana dari Indonesia ini, karena waktu itu pengusaha ini sempat dekat dengan Soeharto. Pengusaha Arab adalah ayahnya Dody Al Fayed, yang mati bersama Lady Diana (Inggris).

Pengusaha kaya Arab ini sempat mondar-mandir untuk mencairkan uangnya di FED itu. Tetapi tidak berhasil. Megawati pun ketika menjadi Presiden mencoba untuk mencairkan harta Bung Karno di UBS Swiss, tetapi tidak berhasil, karena Mega tidak tau rekening khusus Bapaknya di FED ini. Sebab sejak awal Bung Karno menyatakan bahwa keluarganya tidak ada yang paham tentang rekening khusus ini. Bagi saya, ada yang belum jelas bagaimana mekanisme account khusus ini bekerja, sehingga kemudian meliibatkan banyak pihak termasuk harus menggunakan Restu Vatikan. Logika yang saya ambil adalah, bahwa pembuatan account khusus itu berdasarkan perjanjian yang mana perjanjian itu disaksikan dan disahkan oleh lembaga yang moralnya tinggi, yaitu Sri Paus. Account itu menjadi unik selama 400 tahun.

Nah, inilah yang oleh pihak IMF, World Bank dan lembaga lainnya disebut sebagai aset-aset bermasalah yang tidak lazim dalam dunia bank. Karena dana-dana itu, dana bangsa Indonesia yang kemudian tercampur dengan dana bangsa lain, tidak bisa dicairkan begitu saja. Dan kemudian menjadi tempat perlindungan para mangkir pajak di negaranya. Melihat situasi dunia gawat begini, maka pihak IMF dan World Bank minta agar AS dan Eropa dapat mencarikan sumber dana baru bagi penyelamatan ekonomi dunia. Karena pihak Indonesia yang menjadi salah satu pihak yang berhak mencairkan, tidak pernah ketemu siapa orangnya setelah Bung Karno wafat, maka mereka harus mencari jalan lain, yakni tidak berdasarkan prosedural, atau mereka gunakan jalur pintas atau penakan dengan logika sebuah keniscayaan untuk menyelematkan ummat manusia.

Lihatlah berita tersebut menyatakan bahwa sumber dana baru itu akan cair paling lambat 2010 mendatang, karena memang setelah surat Sri Paus Vatikan meneken surat itu membutuhkan sedikitnya satu tahun untuk mencairkannya. Setahun silam, saya bertemu dengan tokoh Yahudi di Jawa Tangah yang berpakaian Arab. Dia mencari orang yang dipercayakan Bung Karno untuk hal ini. Karena dia menurutnya, diberi deadline oleh organisasinya untuk menemukan orang itu paling lambat akhir Desember 2008. Namun, dia tidak menemukannya.

Uniknya, seorang SBY pun tidak bisa mencairkan uang ini, karena kekayaan tersebut bukan punya pemerintah atau punya negara tertentu, tetapi disebut sebagai "punya bangsa" atau "harta rakyat" Indonesia. Tetapi orang kepercayaan Bung Karno yang saya temui itu pun, tidak mau pergi sendirian ke FED, karena pasti dia akan dihabisi. Dia minta perlindungan diplomatik oleh Pemerintahan SBY, tetapi SBY dan orang-orang sekitarnya tidak percaya status orang ini. Maka waktu pun terus berlalu dan tekanan internasional pun semakin besar, terpaksa jalan pintas.

Lalu apa bedanya pakai jalan pintas dengan jalan prosedur pencairannya. Kalau jalan pintas, maka dana tersebut akan dikuasai oleh AS dan Eropa saja, karena memang sejak lama mereka memimpikannya, termasuk Belanda. Kalau menggunakan jalan prosedur, maka hitungannya ada jatah Indonesia yang sangat besar, sehingga bisa membangun Indonesia kayak AS, karena mimpinya Bung Karno ketika itu, Indonesia harus menjadi negara super power generasi berikut.
Nah, sekarang kabarnya, sesuai dengan pesan Sri Paus, Indonesia tetap mendapat bagian, tetapi kecil dan itupun hanya bantuan dari IMF dan World Bank saja, ya mungkin yang disebut bagian dari USD 45 milyar itulah.

"Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained."
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama "The Green Hilton Agreement" itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.


Bahasa lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan terdekatnya, bahwa ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh imprealisme dan kolonialisme dulu bisa kembali. Tetapi perjanjian yang diteken itu, hanya sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri Paman Sam itu mengambilnya sebagai harta pampasan perang dunia I dan II. Konon cerita, harta itu dibawa ke Belanda dari Indonesia, kemudian Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.


Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel "The President of The United State of America" dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soerkarno dan Soewarno berstempel "Switzerland of Suisse." Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, kelak.


Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan, Amerika berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta rakyat Indonesia. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.
loading...