Tulang belulangnya disatukan dengan milik kakak tirinya Mary I atau dikenal dengan "Bloody Mary" di sebuah makam di Westminster Abbey. Kini, tanda tanya besar merebak, benarkah tulang itu peninggalan ratu yang memerintah di masa keemasan Inggris selama 45 tahun, ataukah bukti dari konspirasi terbesar dalam sejarah Inggris?
Jika terbukti itu bukan kerangka Ratu Elizabeth 1, bisa jadi sejarah panjang Inggris selama 4 abad, didasarkan atas sebuah kebohongan besar.
Apa sesungguhnya yang terjadi ?
Adalah sebuah buku kontroversial yang baru diterbitkan, "The King’s Deception" karya penulis Amerika Serikat, Steve Berry yang kembali mengangkat kisah dan desas-desus yang sejatinya sudah lama berhembus.
Alkisah, kebohongan itu terjadi di suatu pagi di musim gugur 470 tahun lalu. Saat kepanikan melanda sekelompok orang di sebuah istana kecil di Desa Cotswold, Bisley, Gloucestershire.
Raja Inggris saat itu, Henry VIII bisa tiba kapanpun. Ia sedang melakukan perjalanan jauh dari London yang amat tidak nyaman bagi penguasa 52 tahun yang kegemukan dan tak bisa jalan akibat luka bernanah -- demi menemui putrinya, Elizabeth.
Sang putri kecil sengaja dikirim ke pedesaan agar tak kena wabah yang merebak di ibukota. Tapi ia malah jatuh sakit, demam tinggi, dan pendarahan. Setelah beberapa minggu sakit hingga muntah darah, tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan.
Malam sebelum raja tiba, putri tercinta hasil pernikahan dengan Anne Boleyn sekarat. Pagi harinya Elizabeth meninggal.
Panik tak terelakkan, pengasuh Elizabeth, Lady Kat Ashley punya alasan untuk takut mengatakan pada raja, tentang berita duka cita ini. Bisa-bisa nyawa mereka melayang disiksa dengan bengis. Apalagi, empat anak Henry VIII meninggal saat kecil. Satu lainnya adalah Edward yang sakit-sakitan di usianya yang kelima, dan seorang
perempuan muda berusia 20 tahun yang belum menikah dan merana karena patah hati.
Elizabeth adalah anak kesayangan sang penguasa Tudor. Di masa depan ia akan dinikahkan dengan pangeran dari Prancis atau Spanyol -- sekutu internasional. Tak hanya itu, anak Elizabeth adalah pewaris dinasti yang amat dinanti-nanti.
Elizabeth Palsu
Tapi Elizabeth sudah meninggal. Satu-satunya cara untuk menyembunyikan kebenaran pahit itu, selain melarikan diri, adalah menipu sang raja.
Pikiran pertama yang terlintas di pikiran Kat Ashley adalah menemukan seorang gadis desa untuk bertukar tempat dengan sang putri. Namun, tak ada gadis cilik yang seumuran Elizabeth. Hanya ada seorang bocah laki-laki canggung bernama Neville.
Neville dipaksa menjadi putri raja. Saat bersua dengan putrinya, Henry VIII yang jarang bertemu dengannya, tak merasakan perubahan itu.
Putri raja dikenal sangat lembut, rajin belajar, dan pemalu berat. Ia tak pernah bicara di depan raja, ayahnya, yang telah memenggal ibunya sendiri.
Setelah memakamkam Elizabeth di peti batu di bawah tanah istana, pengasuh dan pengawal yang bersekutu itu mulai mengajarkan Neville bagaimana untuk jadi putri sesungguhnya.
"Tak ada yang curiga. Mengira perubahan fisiknya adalah akibat pertumbuhan dari gadis cilik menjadi gadis remaja," demikian dimuat Daily Mail 8 Juni 2013. Termasuk, Elizabeth yang dulunya pemalu jadi berani dan angkuh.
Elizabeth juga lebih lambat menyerap pelajaran, padahal saat masih kecil ia bak spons yang cepat menyerap semua hal yang diajarkan gurunya.
Tentu saja ini teori yang absurd. Mengingat kisah mahsyur Ratu Elizabeth "Virgin Queen" yang hingga saat ini diabadikan dalam drama, lagu, bahkan film -- salah satunya oleh Shakespeare
Menjadi Ratu
Dan pendulum sejarah berayun cepat. Saat Henry VIII wafat, saudari Elizabeth, Mary menjadi seorang ratu. Ia kemudian menjebloskan Elizabeth dalam penjara, agar tidak mengancam tahtanya.
Elizabeth tinggal di tahanan disertai Kat Ahsley dan Thomas Parry -- pasangan abdi yang mengubahnya dari bocah laki-laki menjadi putri.
Saat Mary I meninggal dunia di usia 42, yang pertama dilakukan Elizabeth sebagai ratu adalah mengangkat Lady Ashley sebagai kepala pelayan dan mengangkat Thomas Parry sebagai bangsawan yang punya kedudukan penting.
Penulis buku, Steve Berry yakin, pada suatu hari Elizabeth membuka rahasianya pada kepala rumah tangga istana yang baru William Cecil, yang punya reputasi berkemampuan cenayang. Ia ingin menyakinkan Cecil bahwa rencana menikahkannya dengan pangeran dari negeri lain akan membawa kehancuran bersama.
Ini bukan kali pertamanya cerita itu ditulis dalam sebuah buku. Kisah tentang anak lelaki dari Bisley pernah diangkat dalam sebuah buku karya pengarang "Dracula" Bram Stoker -- "Imposter".
Stoker mendengar cerita turun-temurun tentang peti mati ditemukan oleh seorang pendeta di Bisley selama awal tahun 1800-an, berisi erangka seorang gadis mengenakan riasan ala Tudor, bahkan permata yang dijahit ke gaunnya. Pasti dia bukan gadis biasa.
Di atas segalanya, Stoker yakin, satu-satunya penjelasan mengapa Elizabeth 1 yang menduduki tahta pada tahun 1558, dalam usia 25 tahun, tak pernah menikah, bahkan bersumpah tak akan bersuami meski Kaisar Spanyol menyodorkan putranya: karena ia bukan wanita. Sebuah keputusan yang memprovokasi penyerbuan Spanyol.
Elizabeth juga terkenal dengan ucapannya kala itu. Bahwa ia tak takut dengan serbuan Spanyol. "Aku punya jiwa seorang pria, bukan wanita. Dan aku tak takut pada apapun.
Petunjuk Aneh
Penulis buku, Steve Berry mengangkat kembali cerita ini dari kunjungannya ke Katedral Ely di Cambridgeshire, 3 tahun lalu. Saat ia mendengar tentang sebuah rahasia yang hebat. Yang ternyata didukung banyak referensi.
Keyakinannya bertambah saat melihat lukisan karya pelukis istana William Scrots, yang memotret Elizabeth saat masih gadis cilik. Bahunya ramping, leher halus ,dan wajah berbentuk hati dengan rambut warna jahe, dan alis.
Dibandingkan dengan lukisannya setelah dinobatkan. Bahunya yang lebar dan lehernya disembunyikan dalam kerah tinggi. Ia memakai wig, alisnya gundul, rahang tegas dan bentuknya persegi.
Ratu Elizabeth I selalu tampil dengan wig dan riasan tebal. Tak mengizinkan seorang pun melihatnya dalam kondisi polos.
Keanehan dalam diri Elizabeth sebenarnya sudah terendus oleh para anggota keluarga Tudor ratusan tahun lalu. Meyakini Sang Ratu menyimpan rahasia besar.
Lantas bagaimana meyakinkan bahwa informasi itu bukan sekedar rumor?
Steve Berry menyarankan uji DNA. Analisi yang sama yang membuktikan bahwa kerangka di bawah tempat parkir di Leicester adalah Raja Richard III.
Namun, dia menambahkan, sebenarnya ada cara yang lebih mudah untuk membuktikannya: membuka makamnya dan melihat apakah dua kerangka di sana adalah benar milik dua perempuan -- Mary I dan Elizabeth I, ataukah ada tulang belulang pria di sana.
"Kuburan Elizabeth I tak pernah dibuka. Ini saatnya menguaknya dan memeriksa apa yang sebenarnya ada di sana.